(DP) – Sejumlah bikers ikut angkat bicara mengenai rencana
Pemerintah DKI Jakarta yang akan melarang sepedamotor masuk di beberapa
ruas jalan. Ide yang dikeluarkan oleh Wakil Gubernur Basuki Tjahaja itu
bertujuan untuk mengurai kemacetan di Jl Rasuna Said, Jl Gatot Soebroto,
Jl Jendral Sudirman dan Monas – Kota Tua.
“Kami menolak rencana aturan itu, cara yang dilakukan oleh Pemerintah
Jakarta untuk mengurai kemacetan bagi kami tidak tepat, karena penyebab
kemacetan di Jakarta itu bukan hanya disebabkan oleh sepedamotor. Tapi
kenapa hanya sepedamotor yang dijadikan objek untuk mengurai kemacetan
Jakarta?” komentar Fuad Rahman, Ketua Asosiasi Honda Jakarta (AHJ).
“Selain itu, jika dibandingkan secara ukuran, panjang 4 sepedamotor sama dengan 1 mobil. Nah, sekarang lihat saja jika jam-jam sibuk di area tadi, ruas
jalan 3 jalur itu semuanya diisi oleh mobil. Sepedamotor hanya menepati
satu jalur, paling kiri,” sebut Misael Tambunan, ketua Forbiddent (Fino
Retro Bikers Independent) Jakarta.
Menurut Tias Setiadi, Wakil Ketua Byonic Jakarta Barat, ada baiknya
Pemerintah Jakarta mengkaji ulang rencana aturan tersebut sehingga para
biker tidak merasa dirugikan. “Boleh ada aturan itu, tapi yang adil,
contohnya fasilitas umum ditingkatkan. Atau jamnya berlakunya diatur,
jadi tidak selamanya sepedamotor tidak boleh masuk ke area itu.”
Sementara itu, Pemerintah DKI Jakarta kabarnya akan menyediakan
sejumlah lahan parkir. Sehingga para pesepedamotor yang ingin masuk ke
area-area tersebut bisa menggunakan bus
tingkat yang tidak dikenakan biaya sementara sepedamotor mereka
diparkir di lokasi-lokasi yang disediakan dengan tarif Rp 1000/jam dan
maksimal Rp 5000.
“Aturan itu harus ada jam-jam berlakunya, kalau begitu kami masih bisa menerima. Tapi, kalau zona
itu tidak boleh sama sekali dilewati oleh sepedamotor jelas kami akan
menolak. Itu diskrimaniasi sekali. Para pemilik sepedamotor juga punya
hak yang sama, karena kami bayar pajak,” beber Achobule Patauri,
dedengkot klub Yamaha Fino.
Jika memang aturan itu harus diberlakukan, ada solusi yang diberikan
oleh para biker ini. Pertama, harus ada jam-jam berlakunya. Kedua,
Pemerintah bisa memberlakukan Road Pricing, di mana para biker membayar
jika ingin masuk ke ruas-ruas jalan tersebut.
“Hal itu ditujukan untuk para biker yang bekerja sebagai kurir,
delivery makanan contohnya. Sehingga mereka tetap bisa bekerja. Nah,
biaya tarif untuk
masuk ke zona pelarangan itu bisa dibebankan kepada pelanggan. Ini fair
menurut saya, jika pada kendaraan roda-empat ada aturan 3-in-1, maka
pada sepedamotor ada aturan zona pelarangan dengan jam-jam berlakunya
diatur dan jika ada pengendara yang memang harus masuk ke zona itu maka
dia harus bayar,” tutup Achobule.
Bagaimana? [dp/Hml]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar